Pages

Monday, June 21, 2010

bekas pacarmu


sabtu, ya itu sabtu, penghujung hari sabtu .

tidak jauh berbeda dengan biasanya, setiap hari sabtu dan minggu kita 'berkebebasan' untuk menghubungi satu sama lain sepanjang hari *tidak seperti hari biasanya dimana kita hanya akan berhubungan pada jam - jam tertentu. Semua berjalan lancar, dan aku bangga akhirnya sekolah memasukkanmu ke jurusan ilmu alam, sesuatu yang memang akan sangat penting bagi keluargaku, yang hampir seluruhnya berhasil masuk ke jurusan itu dengan mudah. Kolot memang, tapi memang begitulah keadaannya.

Aku bahagia dengan pencapaianmu di semester ini dan aku tahu dengan hasil itu ibu (baca : tante cantik itu ) akan lebih percaya pada kita. Setidaknya hubungan ini memotivasimu untuk lebih baik. Tentang hasilku ? Aku masih harus menunggu hingga hari Jumat, dan kuharap jauh lebih baik daripada separuh tahun yang lalu.

Malam itu aku merebahkan diri di sofa panjang di ruang tamu, menempelkan charger di stopkontak, memasangkannya di lubang kecil di ponselku, lalu memandang langit - langit, menunggu balasanmu. ya berguling - guling di atas sofa yang sempit itu, hangat, nyaman. Lima pesan pertama terkirim dengan lancar, berulang kali aku mengulum senyum membaca semua teks di layar ponselku, sedikit terkekeh dan mama ku menghampiri, lebih tepatnya melirik.

Selanjutnya ? tidak selancar yang kuharap, menunggu, menunggu. Sedikit gangguan jaringan, endingnya ? aku dininabobokkan hangatnya sofa panjang itu, lalu kamu ? entah

Ya, scene - scene selanjutnya terlalu 'wagu' untuk diceritakan, yang aku tahu pagi itu aku membuka ponselmu, lalu menemukan gumpalan - gumpalan teks itu, bermacam - macam, aku, bekas pacarmu, perempuan - perempuan di sekitar mu, dan banyak *semakin aku tahu, kamu sangat berarti bagi banyak orang, bagi banyak manusia, bagi banyak kepala, dan keberadaanku hanya 'setitik' yang tak penting ada atau tidaknya, meskipun kamu adalah satu - satunya orang yang masih membuatku berarti sampai saat ini . Aku tidak punya banyak waktu untuk semuanya, tapi aku sekilas meletakkan perhatian pada pesan dari gadis itu, bekas pacarmu, sejenak dan ya sudahlah, ya ya sudahlah.

Malam itu aku tak hadir, jaringan provider yang kita gunakan benar - benar buruk. Lalu dia datang (atau mungkin kamu yang berlari padanya). Dan dia menggantikan aku, dudul di kursiku, di sampingmu. Bercerita, tentang semua, tentang kalian. Ya, itu semua tidak salah, tidak. Selagi aku datang, kamu tidak akan pernah mengizinkan dia duduk atau mengusirku dari kursi itu, tapi sayangnya malam itu aku tidak datang . :')

Mungkin membiarkan bekas pacarmu itu duduk selagi 'kursiku' kosong adalah hal yang tidak salah di matamu. Mungkin definisi setia antara aku dan kamu memang berbeda. Setia bagimu adalah menemaniku di saat kursi itu 'kududuki', lewat pesan, teks, nafasku, ataupun apa yang membuatmu merasa aku ada. Dan di saat aku tak hadir, adalah sah bagimu menerima perempuan yang lain, mempersilakan ia duduk, dan menemanimu. Karena bagimu, kursi itu kosong. Aku tak ada.

Tapi setia di mataku adalah sisi yang berbeda, bukan tentang hadirkah kamu di kursimu, bukan tentang pesan singkat yang membuatku merasakan kamu duduk di kursi itu. Setia bagiku adalah kursi itu milikmu, dan itu artinya aku tidak akan mengizinkan laki - laki lain mendudukinya, karena kursi itu milikmu. Terlepas dari ada atau tidaknya kamu, dudukkah engkau di kursi itu, toh tempat itu milikmu. Selama kursi itu masih menjadi milikmu, tak peduli adakah kau duduk disana, tapi kursi itu milikmu, milikmu :')

Ini hanya secuil perbedaan tentang definisi setia, tentang ada dan tidak ada atau tentang dimiliki dan tidak dimiliki. Dan sekarang kita masih merasa saling memiliki . :)





1 comments:

Ester Christine Natalia said...

ternyata kita berdua gak jauh beda yo kisahnya,
pemikiran si 'dia' terkadang berbeda buat kita,
sesuatu yg 'dia' anggap baik tp menurut kita itu bisa jadi sangat menyakitkan.
semua cerita tentang 'mantan' tuh emang bisa bikin luka dalam yg bisa dimaafin tapi mungkin susah buat dilupain.

Post a Comment